![]() |
Dalam upaya menciptakan ruang belajar yang adil dan berpihak kepada semua peserta didik, Seminar Pendidikan dan Penelitian kali ini mengangkat tema "Strategi Guru Humanis dalam Merangkai Keberagaman dan Mewujudkan Kesetaraan di Kelas Inklusif." Seminar ini menghadirkan narasumber utama, Bapak Muhardi, S.Pd.I, seorang Guru Pendamping Khusus (GPK) di SMP Negeri 2 Kota Pontianak yang telah berpengalaman mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di kelas inklusif.
Dalam pemaparannya, Bapak Muhardi menjelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah pendekatan pendidikan yang menempatkan seluruh peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, dalam satu lingkungan belajar yang sama. Filosofinya berangkat dari hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang layak tanpa diskriminasi. Sekolah inklusif tidak hanya membuka akses, tetapi juga menyesuaikan sistemnya agar semua anak merasa dihargai, diterima, dan diberdayakan.
Selanjutnya, beliau memaparkan pentingnya pemahaman karakteristik siswa berkebutuhan khusus. Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Misalnya, ada yang memiliki hambatan intelektual, gangguan perilaku, hambatan penglihatan, pendengaran, hingga autisme. Guru inklusif perlu memahami bahwa proses dan capaian belajar setiap anak bisa berbeda, sehingga tidak bisa disamakan secara mutlak dengan siswa reguler.
Dalam sesi strategi, dijelaskan bahwa pendekatan humanis menjadi sangat penting dalam membangun relasi dengan siswa ABK. Guru harus peka, sabar, dan mampu menciptakan pembelajaran yang adaptif sesuai kebutuhan siswa. Salah satu hal yang menarik adalah penjelasan bahwa siswa berkebutuhan khusus biasanya diberikan standar pencapaian yang berbeda. Mereka tidak selalu dituntut untuk menyamai capaian kognitif siswa reguler, melainkan difokuskan pada pengembangan potensi diri. Contohnya, ada siswa yang menunjukkan bakat luar biasa dalam bidang musik atau literasi, dan itu diarahkan ke dalam bentuk projek khusus seperti pertunjukan musik atau pembuatan buku karya sendiri.
Seminar ini menyadarkan kita bahwa pendidikan inklusif bukan sekadar menyatukan siswa dalam satu ruang kelas, tetapi lebih dalam dari itu bagaimana guru memanusiakan peserta didik, memfasilitasi potensi mereka, dan menjembatani keberagaman menjadi kekuatan. Melalui strategi yang humanis, guru dapat menciptakan suasana kelas yang adil, hangat, dan penuh semangat belajar.
Berikut beberapa dokumentasi ketika kegiatan berlangsung.
Komentar
Posting Komentar