Yahya Muhaimin | Ketua Himbio Periode 2013-2014
Hari itu saya tengah duduk sendiri di kursi panjang kantin digulis yang kosong. Beberapa orang mahsiswi sibuk bergosip di bangku tepat di belakang saya. Saya sama sekali tak menghiraukan mereka, saya fokus pada segelas Extra Joss susu yang baru saya habiskan setengahnya saja. Berkali-kali saya menatap angka jam di sudut layar laptop saya. Saya ingin segera pulang, tapi beberapa file belum terdownload sempurna.
Selang beberapa saat kemudian seorang anak dengan kaleng susu bayi mendekati saya. Ia menyodorkan kaleng susu yang berisi beberapa lembar uang seribuan dan beberapa keping uang logam lima ratusan. Saya tidak mengeluarkan uang dari dompet. Saya memintanya duduk di kursi di hadapan saya. Saya memanggil mbak pelayan yang sedang duduk menanti pesanan. Saya menyuruh anak itu memesan makanan yang ia inginkan. Awalnya ia menggelengkan kepalanya. Saya memaksanya berkali-kali hingga ia memutuskan untuk memesan minuman yang sama dengan yang tengah saya minum.
Namanya Adil, seorang anak yang mengaku telah yatim sejak kecil. Ia tak lagi sekolah karena harus membantu ibunya mencari uang untuk penghidupan keluarga. Ia bukan anak tertua, tapi ia banyak menaggung keperluan keluarga. Abangnya menganggur, bukan karena tak dapat pekerjaan, tapi pada dasarnya ia memang malas. Begitulah cerita yang keluar dari mulut Adil setelah menghabiskan satu gelas Extra Joss susu hanya dengan beberapa kali sedotan. Ia terlihat sangat haus sekali.
Itu adalah cerita singkat pertemuan saya dengan Adil sekitar empat bulan yang lalu. Kami tidak banyak bercakap-cakap karena setelah menghabiskan minuman ia segera pergi meninggalkan saya karena harus menyusul teman-temannya yang lain. Sepanjang jalan pulang saya menangis membayangkan saya sebagai orang di posisi Adil. Mampukah saya?.
Seminggu yang lalu tangis itu kembali mengucur. Bukan, bukan karena saya bertemu Adil untuk kedua kalinya. Tangis itu mengucur saat saya harus melepas calon anggota Tim Ekspedisi angkatan 9 yang harus meninggalkan camp karena masa karantina telah usai.
Ada dua alasan mengapa air mata saya bergulir tiba-tiba. Pertama, saya salut dan bangga kepada mereka yang telah menyelesaikan karantinanya dengan baik. Dengan berbagai kekurangan dan peraturan yang diberlakukan mereka mampu bertahan, tidak mengeluh dan terus semangat. Tidak banyak orang yang siap untuk menjalani karantina, namun mereka memilih untuk tetap bertahan dan menjalani karantina dengan penuh semangat. Mereka siap menjadi Tim Ekspedisi, Tim yang nantinya akan menentukan kesuksesan penyelenggaraan Gamabasis tahun 2014.
Republik Ini dibangun oleh orang-orang yang meninggalkan ambisi pribadi demi cita-cita bersama yakni kemerdekaan. Seandainya para pemuda saat dahulu lebih memilih untuk mengurusi berbagai kepentingan pribadi maka mungkin sampai saat ini kita terus berada dalam penjajahan. Kalaupun merdeka, kemerdekaan yang kita dapatkan hanyalah kemerdekaan pemberian, bebas namun tak layak dibanggakan.
Alasan kedua, saya malu dan merasa sebagai orang yang kalah.
Setahun yang lalu, saat perekrutan calon anggota Tim Angkatan VIII saya adalah salah seorangyang tidak mengacungkan tangan. Saya adalah salah seorang yang terlalu pengecut untuk menjadi bagian dari sebuah pengabdian besar. Saya tidak berani memilih resiko dan meninggalkan kenyamanan. Dan hari itu, di depan saya delapan orang yang mengambil resiko itu. Saya kalah telak
Dua hari yang lalu, sekitar pukul sembilan, kedelapan anggota Tim Ekspedisi angkatan IX resmi dilantik. Mereka resmi sebagai pengemban tugas besar menyukseskan Gamabasis 2014. Saya dapat melihat senyum-senyum kebanggaan dari masing-masing mereka. Namun di balik senyum itu tersembunyi tanggung jawab besar yang harus diemban beberapa bulan kedepan.
Saya yakin, dari sekian banyak Mahasiswa mahasiswi pendidikan Biologi angkatan 2012 masih banyak yang lebih hebat dan mampu dari mereka. Tapi mereka adalah orang-orang yang mau. Kemauan akan membentuk kemampuan, sedangkan kemampuan takkan berarti apa-apa tanpa kemauan.
Banyak orang yang mampu, namun sedikit orang yang mau. Kemampuan akan terbentuk oleh kemauan, namun kemauan takkan terbentuk walau memiliki sejuta kemampuan.
Sama halnya dengan Adil. abangnya yang lebih besar tentu lebih layak dan mampu untuk menghidupi keluarga. Tapi Adil adalah yang mau walaupun awalnya ia belum mampu. Abangnya yang mampu sama sekali tidak mau. Maka yang mau itu menjadi mampu, sedangkan yang berkemampuan tanpa kemauan sama sekali tidak akan menjadi apa-apa.
Kepada Tim Ekepdisi Angkatan IX saya ingin mengucapkan Terimakasih atas kesediannya menjadi bagian penting dari perjalanan Himbio menuju kejayaan. Ini barulah awal, belum apa-apa. Masih panjang jalan yang harus ditempuh. Siapkan diri kalian, tuluskan niat kalian. Niat yang tulus akan membawa pada jalan yang mulus. Berkerjalah sebagai Tim, karena kalian dibentuk sebagai tim. Berbagilah kebahagiaan dan kesusahan bersama-sama. Ketika salah satu dari kalian melakukan kesalahan, ingatkanlah sebagaimana seorang kakak mengingatkan adiknya. Bila kalian mulai pecah, ingatlah bawah telah banyak kesusahan yang telah kalian hadapi bersama. Jangan saling menyimpan rahasia. Ceritakan saja apapun masalah yang kalian punya. Berbagilah maka semua akan terasa lebih mudah.
Selamat berjuang!
Komentar
Posting Komentar